Selamat Datang

Saksikan Nikita Willy dan Rionaldo Stokhorst dalam Putri yang Ditukar setiap hari pkl 18.00 wib di RCTI.

3/04/2011

Rionaldo Stokhorst : Kalau Dipasangkan Dengan Marshanda, Enak Dilihat

24 Oktober 2007
 
Syuting di saat puasa, capek banget. Apalagi harus panas-panasan nyupir (angkot). Mengatasinya, yakin saja bisa melewati. Kalau sudah agak berat, serahkan sama Yang di Atas. Alhamdulillah waktu kayaknya jadi cepat. Sempat juga saking panasnya mau batal saja. Tapi syukur masih kuat. Bahkan, sampai sekarang belum ada yang jebol. Lebaran ini saya bersilaturahmi ke rumah orangtua dan saudara-saudara di Bogor. Kemarin pas mau puasa belum pernah pulang lagi. Makanya, saya manfaatkan libur Lebaran untuk ke sana.

Alhamdulillah kalau banyak yang suka dengan peran saya di Soleha. Ini berarti saya bisa menghibur masyarakatlah. Mengenai keistimewaan peran Rendra, mungkin ketulusan hatinya, kejujurannya, dan kebenaran yang dia pegang. Walau berubah karakter setelah amnesia, saya tetap enjoy aja. Namanya tuntutan peran. Saya jadi Rendra dari episode ke 1-71. Ketika harus jadi Fariz, berubah, seperti syuting dari awal lagi. Mencari-cari lagi karakter Fariz. Di situlah kesulitannya. Sejak awal saya nggak observasi karena nggak punya waktu sama sekali. Apa yang saya baca dan tangkap dari skenario, itulah yang diterapkan. Itu saja. Kesulitan memerankan Rendra, dia sopir angkot yang kehidupannya keras. Sedangkan saya tidak terbiasa dengan itu. Lingkungannya juga outdoor banget. Harus panas-panasan nyupir (angkot). Balik lagi ke karakter Rendra. Sebenarnya dari awal dia mau berjuang dengan status ekonominya yang kurang, Sampai pada suatu keadaan dia sudah nggak bisa memperjuangkan lagi. Misalnya, Rendra sudah tidak punya banyak waktu lagi dengan Soleha. Akhirnya Soleha melihat sosok Ervan yang lebih dari Rendra.

Saya bisa dianggap berhasil memainkan Rendra mungkin karena skenarionya juga. Alhamdulillah kalau banyak simpati dari penonton. Akting saya mengalami peningkatan atau nggak, saya nggak tahu. Cuma mendapatkan sesuatu yang lain. Akting itu bukan tujuan. Bagi saya, Soleha sinetron Ramadhan ketiga. Sebelumnya Adam & Hawa serta Taqwa. Alhamdulillah beberapa tahun ini saya dipercaya memerankan di sinetron Ramadhan.

Saya bermain dengan Marshanda sudah banyak sekali. Kami tetap menjaga chemistry. Sudah tidak mesti mendekatkan diri lagi. Beda bila berhadapan dengan orang baru. Mungkin, dari pihak rumah produksi, merasa cocok. Tapi kadang ada beberapa masukan juga dari teman dan orang tua. 'Kalau main sama Marshanda, enak dilihatnya, cocok. Kalau sama yang lain, ada saja kurangnya.' Kadang saya mikir, apa benar? Tapi selama ini, iya juga, kalau saya dipasangkan dengan Marshanda, enak dilihat.

Alhamdulillah setelah sekian tahun berkarier, saya sudah mendapat kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Saya bersyukur banget. Sampai sekarang saya masih tinggal (ngontrak) di Kelapa Gading, Jakarta, belum punya rumah sendiri. Sempat ada beberapa rumah yang sudah dilihat, cuma selalu ada masalah ini itu. Sekarang mikirnya, pengin beli tanah dulu supaya bisa dibangun sesuai keinginan. Nggak pengin beli yang sudah jadi. Saya masih terus menabung, Berapa persen dari penghasilan? Sebisa saya, hahaha. Nggak ditentuin besar-annya. Justru yang saya dapat, ditabung dulu semuanya. Nah, ketika ada kebutuhan, diambil dari tabungan itu sedikit, sedikit, sedikit Gitu aja terus.

Menjaga eksistensi nggak gampang. Saya dari dulu sudah menyadari, tampang (cakep) itu nggak menjamin sama sekali. Tapi permainan kita,. keseriusan kita dalam pekerjaan. Itu yang harus dijaga. Kalau mau cari kerennya, banyak yang baru muncul. Lebih luar biasa. Semakin ke sini, yang hebat-hebat semakin banyak. Cara saya supaya terus eksis, menjaga kualitas. Cuma itu satu-satunya yang bisa dipegang. Kalau bisa menjaga itu, Insya Allah bisa terus bertahan. Saya lumayan membatasi main sinetron dalam setahun maksimal dua judul. Kalau bisa, itu dipertahankan. Tapi kalau ada permintaan khusus karena keadaan tidak memungkinkan, mau nggak mau diambil. Ya sudah, mau ngomong apa, nolak juga nggak bisa?

Tapi harus tahu juga keadaannya seperti apa. Saya juga nggak bisa menyeleksi mana yang bagus mana yang kurang. Mau idealis itu sulit. Bisanya membatasi saja, maksimal main dua sinetron. Nah, dua itulah mungkin saya bisa maksimal. Kalau sudah tiga atau empat, sudah nggak bisa. Dua saja sulit. Tiga hari berperan ini, tiga hari lagi berperan itu. Itu susah banget. Untuk main film (lagi), waktunya nggak ada. Apalagi katau mereka minta waktu sebulan penuh. Jelas nggak bisa. Saya kan harus bertanggung jawab. Kalau ada yang bilang honor saya 20 juta rupiah per-episode, Ahamdulillah kalau dibilang begitu. Nggak setiap main bisa minta naik (honor). Bargain, pasti ada. Semua pemain juga begitu.

Keinginan bekerja di belakang layar, ada sih sedikit. Tapi mampu nggak, ya? llmunya beda lagi. Mungkin nanti. Saya selalu terbentur waktu. Sudah empat tahun ini yang mengurus jadwal saya cewek saya sendiri. Dulu sempat punya manajer. Sekarang lebih enak pribadi, lebih kekeluargaan dan tidak banyak konflik. Saya tidak khawatir diurus cewek sendiri. Itu masalah yakin aja sih. Alhamdulillah selama ini bisa. Digaji, pasti dong. Namanya juga pro-fesional. Toh, itu haknya dia untuk mengatur jadwal. Selama ini nggak ada masalah. Dia cuma mengatur waktu kok, nego harga saya sendiri.

Banyak yang kepincut tokoh Rendra yang dimainkan Rio di sinetron Soleha. Rendra yang berprofesi supir angkot, sosok yang sangat sederhana, pemikir, murah senyum, dan sangat sayang keluarga. Banyak yang tak tahan saat Rendra tersenyum dan menatap dalam-dalam Soleha. Rendra juga sangat romantis, bertangkai-tangkai bunga telah diberikan pada Soleha. Tidak salah kalau Soleha lebih memilih Rendra dibanding Ervan. Rendra juga termasuk anak yang berbakti pada keluarga. Pasti banyak yang sebal ketika Rendra memilih bapaknya (belakangan diketahui bukan bapaknya) yang jahat dibanding Soleha. Rendra amnesia dan berganti nama menjadi Fariz yang kaya-raya dan berprofesi fotoqrafer. Fariz sosok yanq trendi, playboy, sinis dalam memandang orang lain, dan angkuh. Kira-kira, karakter Rio cenderung ke mana ya, Rendra atau Fariz? Rio dikenal sebagai pribadi yang tertutup. Tak banyak yang tahu kehidupan pribadinya. Beberapa hari lalu Bintang coba mengorek lebih dalam lagi sosok-nya. Ternyata tidak mudah. Asisten Rio yang juga kekasihnya, biasa disapa Ei, tidak mengizinkan Bintang mewawancarai di lokasi syuting. "Nanti saya tanya Rio dulu ya, mau nggak?" kata Ei di ujung telepon, Sabtu (6/10) lalu.

Tidak kunjung dapat kabar dari Ei, Bintang nekat meluncur ke lokasi syuting Soleha di Studio Persari, Jakarta, dengan berbekal izin dari sutradaranya, Gita Asmara, sehari sebelumnya. Hari itu wajah Rio terlihat ceria. la membaur sambil bercanda dengan kru di lokasi syuting, Hmmm, jauh dari kesan sombong deh, seperti gossip yang beredar selama ini. Heran-nya lagi, ia menyapa Bintang lebih dulu, walau senyumnya agak kecut capek, mungkin. Soalnya hari itu syuting banyak adegan.

Rio memberi keleluasaan Bintang mengambil gambarnya dengan menggunakan lighting miliknya. Baru setelah berbuka puasa, Bintang berkesempatan mewawancara Rio yang sedang duduk santai di ruang make-up sambil baca koran. Sepanjang wawancara, Rio selalu tersenyum dan memberi jawaban setengah becanda.Tapi bila sudah menyentuh kehidupan pribadinya, Rio enggan bicara banyak. Ini yang membuat Rio jarang sekali muncul di infotainment atau media cetak. Rio bukan tidak butuh publikasi atau anti media, la hanya tidak ingin dikenal lewat gosip atau berita miring. "Saya justru ingin karena potensi sayalah, saya bisa bekerja. Bukan karena kepopuleran saya," cetusnya. Sikap yang patut kita hargai di tengah banyaknya selebriti yang cari popularitas dengan jalan pintas. Soal agak sulit menerima permintaan wawancara, tertebih bila mendadak, mengingat kesibukannya yang padat "Saya bukan tidak membutuhkan mereka (media). Saya merasa kurang punya waktu untuk diri sendiri. Di saat diminta sama media untuk wawancara, misalnya hari ini, saya nggak mau karena waktu. Buat saya lima menit itu berarti banget," beber Rio. Sampai segitunya? "lya, karena saya syuting kejar tayang. Rutinitas saya setiap hari, tidur, bangun, mandi, melihat lokasi lagi, lokasi lagi. Nggak pernah melihat dunia luar. Bisa juga saya buta sama kehidupan luar. Makanya, ketika punya waktu sedikit, saya pengin nikmati. Enjoy dengan waktu yang ada, walau sedikit," ungkap bintang yang melejit lewa sinetron Namaku Bukan Rio.

Namun, ketertutupan tidak pernah membuat kariernya surut. Setiap tahun selalu saja ada sinetronnya. "Maksimal dua judul," kata Rio yang pernah kuliah di Jurusan Ekonomi Manajemen Universitas Trisakti Jakarta. Ya, kini lewat Soleha, Rio yang mengawali karier sebagai model kembali mencetak sukses. Ada satu yang mungkin luput dari pengamatan. Setiap kali dipasangkan dengan Marshanda, sinetron Rio selalu sukses. Sebut saja, Kisah Kasih di. Sekolah, Adam & Hawa, Putri Yang Terbuang, dan Soleha. "Katanya, kalau main sama Marshanda, enak dilihatnya, cocok," ujar Rio yang mendapat ke: sempatan berakting pertama kali sebagai pemeran utama FTV Biarkan Cinta Jadi milikmu (2001) karya Jajang C. Noer.
(Bintang, Edisi 860, IV Oktober 2007)
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar